Gangster in Love [Part 8]

Please read this first.

(Author POV)

Yoobin terbangun ketika merasa ponselnya bergetar pagi-pagi buta. Kantuknya serasa hilang begitu melihat nama seniornya itu yang tertera di layar ponselnya.

“Sunbaenim? Mwohaeyo?”

“Keluarlah.”

“Jigeumyo?”

“Sekarang. Cepat.”

Yoobin turun pelan-pelan dari ranjangnya dan keluar dengan perlahan juga karena kondisi mata mengantuk yang masih mengganggunya. Begitu keluar dari pintu, dia melihat Jonghyun sudah berpakaian rapi di depan rumahnya.

“Ada apa, sunbae?” tanya Yoobin sambil mengusap matanya yang masih terasa berat.

Jonghyun tersenyum. “Berantakan sekali.”

“Tentu saja. Aku tidak pernah bangun dengan terkejut seperti ini. Ada apa?”

“Kajja.” Kata Jonghyun sambil menarik tangan Yoobin.

“Kemana? Aku belum mandi, sunbaenim.”

“Tidak perlu mandi.”

“Andwae. Aku bahkan masih pakai piyama.”

“Kau manis pakai piyama.”

Yoobin terdiam mendengar kalimat Jonghyun. Namja itu menyentil kening Yoobin sambil tertawa kecil.

“Tahu kenapa kau selalu kalah dariku? Karena kamu tidak bisa menutupi ekspresi wajahmu. Sebesar itu sukamu saat aku mengatakan kamu manis?”

“ANIYO! AISH!”

“Mwoya? Kenapa galak sekali.”

“Molla! Aku mau tidur.”

Jonghyun menahan tangan Yoobin. “YA! Dimana etikamu?”

“Sunbae mau apa sebenarnya?”

“Kajja.”

“Kemana?”

“Pergi.”

“Shireo. Aku tidak mau pergi. Aku belum mandi.”

Jonghyun menghela nafas. Kemudian dia melirik jam tangannya. “Geurae. Kuberikan waktu 10 menit. Mandilah.”

Yoobin tersenyum. “Sunbae masuklah. Sunbae bisa tunggu di ruang tengah.”

“Andwae. Aku tunggu disini saja.”

“Wae? Eomma sedang di luar kota bersama appa. Sunbae tidak perlu takut.”

“Paboya? Kau tidak takut padaku? Aku bisa melakukan sesuatu yang buruk padamu.”

“Aigo, aktingmu buruk sekali. Cepatlah masuk. Diluar dingin.”

Yoobin menarik tangan Jonghyun masuk ke dalam rumahnya. Kemudian dia sempat mengambilkan segelas air hangat untuk seniornya itu sebelum dia masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap.

 

(Yoobin POV)

Masa bodoh meskipun aku kedinginan karena mandi sepagi ini. Jonghyun sunbae mengajakku berkencan! Kencan! Ya, meskipun dia tidak bilang ini kencan, aku anggap ini kencan. Yeah! Kami jalan berdua saja. Meskipun aku sangat ingin bertanya ingin dibawa kemana, namun rasa gembiraku lebih besar dan menutupi penasaranku. Gembiraku semakin melimpah ketika namja ini melepas jaketnya dan memasangkannya di tubuhku. Tapi Jonghyun sunbae tetaplah Jonghyun sunbae, dia bukanlah namja manis. Jadi dia tidak akan mengulurkan tangannya untuk mengusap tanganku yang kedinginan. Masa bodoh! Begini saja sudah cukup.

Kami tiba di sebuah stasiun. Kita akan naik kereta paling pagi? Mau kemana ini? Jonghyun sunbae menatapku sesaat begitu kita masuk dalam kereta dan duduk.

“Wanita macam apa kamu ini?” katanya lembut. Dia semakin lembut padaku dan aku bersyukur atas hal itu.

“Apanya?”

“Kenapa tidak tanya apapun sedang aku membawamu pergi begini?”

“Kenapa aku harus bertanya?”

“Paboya. Kurasa kau benar-benar suka bersama denganku.”

“APA AKU PERNAH BILANG BEGITU? AISH!”

Dia tersenyum kemudian dia menutup mulutnya yang terbuka karena menguap. Dia tampak terlihat sangat lelah.

“Sunbae mengantuk?”

“Ne. Semalam Woohyun menghilang. Kupikir dia dihajar preman. Ternyata dia tertidur di lapangan sekolah. Bodoh.”

“Lalu kenapa kita pergi sepagi ini?”

“Wae? Tidak suka?”

“Aniyo. Bukan itu maksudku.”

Dia tersenyum lagi. Kemudian dia menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku rasa paru-paruku menyusut hingga separuhnya saat ini karena aku begitu sesak nafas. Aku harap wajahku tidak memerah.

 

(Jonghyun POV)

Sebenarnya aku sangat mengantuk, tapi aku sudah merencanakan ini sejak beberapa hari lalu. Aku rasa aku mulai menganggap Yoobin berbeda sekarang. Aku tahu kalau perempuan itu juga tersipu saat didekatku tapi entah kenapa aku masih ingin menikmati hubungan seperti ini, meskipun statusnya belum jelas. Anak itu pasti bertanya-tanya apa mauku. Mianhae, Yoobin.

“Sunbae sangat mengantuk?” tanyanya terbata ketika aku bersandar pada bahunya. Padahal aku hanya ingin merasakan bahu mungilnya. Anak yang benar-benar polos.

“Wae? Tidak boleh aku begini?” tanyaku kasar. Anehnya Yoobin tidak pernah marah dengan gayaku. Dia memang perempuan yang berbeda.

“Kenapa sunbae selalu bicara begitu? Aku kan hanya tanya.” gerutunya sambil memanyukan bibirnya dan itu benar-benar manis.

“Tutup mulutmu.” kataku sambil menarik hoodie sweater milikku yang dipakainya. Kepala kecilnya langsung terbenam dalam jaket besar milikku.

Aku memutuskan untuk tidak bersandar lagi, bahunya bisa sakit kalau aku terlalu lama bersandar padanya. Dia mengeluarkan ponselnya karena ada pesan masuk. Aku terdiam melihat layar ponselnya.

“Kenapa kalian tidak berkencan saja? Jongin begitu lembut padamu.” Kataku.

Yoobin langsung mengerti maksud kata-kataku, dia mengunci ponselnya dan memasukkan kembali dalam tasnya. Aku tahu aku belum berhak melarangnya berteman dengan namja ini itu tapi entah kenapa aku merasa begitu memiliki Yoobin.

“Aniyo. Kami hanya berteman, sunbaenim. Kenapa menilai begitu?”

“Ah jinjja? Aku tidak melihat adanya pertemanan diantara kalian. Berapa kali Jongin menyatakan cintanya padamu?”

“Sunbae! Jeongmalyo! Tidak pernah sekalipun Jongin bicara begitu. Aish! Pasti karena wallpaper ponselku. Tidak boleh aku berfoto dengan sahabatku sendiri?”

Aku hampir saja tersenyum. Untuk pertama kalinya Yoobin marah dengan panjang lebar, dan itu sangat imut. Ah, jadi begini rasanya suka pada lawan jenis? Bahkan aku suka saat dia menggunakan nada tinggi padaku.

“Terserahmu saja.”

“Lagi! Sunbae selalu mengakhiri pembicaraan dengan kalimat terserah. Kalau terserahku, harusnya sunbae tidak boleh marah. Aish!”

“Kenapa marah-marah begini sih?”

Dia menghela nafas kemudian dia mengeluarkan ponselnya. Lalu dia merapatkan kakinya dengan kakiku. Aku hanya bisa mengerutkan keningku. Aku hanya bisa tersenyum ketika dia ternyata memotret kaki kami yang bersisian kemudian menjadikannya wallpaper.

“Igeo! Puas?” katanya sambil menunjukkan layar ponselnya.

“Berisik sekali, Kwon Yoobin.”

“Ah, mollaseo.” keluhnya sambil memalingkan wajahnya. Aku hanya bisa menahan senyumku. Kami seperti pasangan namja dan yeoja yang sedang berkencan kemudian bertengkar.

 

(Yoobin POV)

Meskipun aku tahu kalau sunbae sedang cemburu, aku tetap saja sebal. Dia terlalu sering menuduh ini itu denganku. Tapi aku senang, aku punya foto ini. Sampai mati akan kujaga dengan baik foto ini. Aku akan backup dengan baik.

Tiba-tiba dia menarik daguku. Ya, aku sedang memalingkan wajahku karena sebal dengannya. Jantungku kembali berdetak tidak karuan. Aku menatapnya yang juga menatapku. Tiba-tiba dia memasukkan lollipop dalam mulutku.

“Kamu sama sekali tidak cantik saat memanyunkan wajah seperti itu.” katanya.

“Gomawo, sunbae.” kataku sambil menikmati permen pertama pemberiannya. Aku juga tidak akan membuang batangnya. Aku janji akan menyimpan semuanya!

Seperti biasa, sunbae tidak banyak bicara hingga kami tiba di suatu stasiun dan sunbae menarik tanganku untuk turun. Kemudian, dengan tangan kanan yang masih menggenggam erat tanganku, dia mengeluarkan ponsel dengan tangan kirinya lalu mengambil gambar tangan kami. Aaaaah, aku mau mati rasanya.

“Satu sama, nona Kwon.” Katanya sambil menunjukkan wallpaper ponselnya yang sudah digantinya.

Aaaah, status kami saat ini apa sebenarnya? Namchin-yeochin? Atau sunbae-hoobae? JELASKAN PADAKU, KIM JONGHYUN SUNBAENIM.

Aku mengerutkan dahiku. Tunggu. Ini stasiun yang familiar. Meskipun aku hanya beberapa kali kesini. Aku hapal betul.

“Sunbae, kenapa membawaku ke Seoul?”

“Wae?”

“Kenapa suka sekali bertanya balik? Jawab pertanyaanku!”

“Berisik.”

Jonghyun sunbae, kurasa kau harus bermain lagi di taman kanak-kanak. Verbalmu begitu buruk. Untunglah aku menyukaimu apa adanya. Dasar namja menyebalkan!

“Ya, terserahmu.”

“Ah, baegopa.” Keluhnya sambil mengusap perutnya.

“Disini ada bubur enak, sunbae. Kajja kita makan.”

Aku gantian menarik tangannya ke sebuah restoran. Appa pernah mengajakku kesini, jadi aku tahu sekali rasanya.

“Kamu sudah pernah kemari?” tanyanya sambil memakan bubur yang sudah terhidang di hadapan kami.

“Ne. Aku pergi dengan appa. Waeyo?”

“Aish! Kupikir ini akan jadi yang pertama bagimu.”

“Aigo. Aku tinggal di Korea waktu kecil, sunbae. Appa beberapa kali mengajakku bermain disini.”

“Jinjja? Kalau begitu kita pulang saja.”

“Andwaeyo.”

“Andwae. Kita pulang saja.” katanya bersikukuh. Aish! Namja ini benar-benar. Apa semua tempat yang dikunjungi dengannya harus jadi yang pertama bagiku? Benar-benar.

“Tapi aku baru pertama kali kesini di pagi buta dan pertama kalinya juga aku…..”

“Apa? Jangan bicara sepotong-potong begitu!”

“Pertama kalinya aku pergi dengan namja selain ayahku. Puas?”

Dia terdiam menatapku sambil memutar sendoknya. Aku menatapnya, menunggu jawabannya. Aku penasaran, akan bilang apa namja ini.

“Geurae.” Sahutnya pendek kemudian dia menikmati buburnya lagi. Ah, aku gemas sekali dengan tingkahnya.

 

(Jonghyun POV)

Aku pernah diajak bertemu dengan pacar Woohyun dan aku melihat gelagat Woohyun yang tampak berbeda saat dekat pacarnya. Namja garang itu mendadak jadi namja luar biasa manis dan baik. Aku sangat jijik melihatnya. Tapi sekarang aku mengerti perasaan Woohyun. Ya, meskipun aku menahan gejolak dalam diriku sejak tadi, tapi aku tahu aku ingin melakukan apa yang Woohyun lakukan dengan pacarnya.

“Gomawoyo, sunbae.” katanya sambil mengembalikan jaketku yang sedari tadi dipakainya. Udara sudah mulai hangat karena semakin terang.

“Mau tambah lagi buburnya?” tanyaku saat melihatnya tampak begitu nikmat menghabiskan buburnya.

“Andwae. Aku akan gemuk.”

“Micheosseo? Kau bahkan seperti ranting pohon.”

Dia menutup mulutnya dengan jari lentiknya dan tertawa puas. Aku kadang merasa kalau kami semakin dekat dan Yoobin pun tidak lagi takut tertawa di dekatku. Ya, kadang kala.

“Aku bercanda, sunbae. Jongin juga bilang aku terlalu kurus. Aku sedang mencoba menaikkan berat badanku.”

Aku terdiam. Telingaku selalu saja panas mendengar nama itu. Ya, Jongin. Meskipun berulang kali Yoobin bilang kalau dia hanya berteman. Tapi setiap melihat Jongin mengusap kepala Yoobin dengan lembut, rasanya ingin kuhajar dia. Aku juga kesal pada diriku karena aku tidak bisa semanis Jongin.

“Iya. Kamu akan melakukan apapun untuk Jongin kan.” Kataku sinis.

“Astaga. Kenapa bahasamu kasar sekali, sunbaenim? Bukan hanya Jongin kan yang bilang aku kurus. Sunbae juga bilang begitu.”

“Ah, jinjja?”

Yoobin menghela nafas. “Kurasa aku akan kena darah tinggi, sunbaenim. Jadi aku tidak mau bertengkar lagi.”

Aku hampir tertawa melihat ekspresi wajahnya yang sangat lucu itu. Mungkin kami adalah pasangan paling tidak jelas yang ada di muka bumi. Tapi kurasa aku akan jadi namja yang paling bahagia kalau punya pacar sepertinya.

Aku ingin ke toilet kemudian aku meninggalkannya sebentar untuk ke toilet. Begitu kembali ke tempat makan, aku melihat ada namja yang duduk di tempat dudukku. Aku memincingkan mataku untuk memperjelas penglihatanku. Nuguya? Aku memilih berjalan dan mendekat kesana. Namja itu tampak terkejut melihat kedatanganku.

“Nona, wajahmu begitu cantik tapi seleramu begitu buruk.” komentarnya kemudian dia pergi meninggalkan meja kami.

“Brengsek. Apa maksudnya kalimat barusan?” kataku sambil meremas tanganku.

Yoobin menahan tanganku. Aku menatapnya dan dia tersenyum lebar. “Maaf, Kim sunbae. Ini bukan daerahmu. Jadi kamu tidak boleh semena-mena disini.” katanya. Cih, yeoja ini benar-benar mampu mengendalikan emosiku. Sialan.

“Bicara apa kalian tadi?”

“Ne? Dia meminta nomor ponselku.”

“LALU KAU BERIKAN PADANYA?” ah, sial. Aku tidak bisa menahan diri. Lama-kelamaan aku makin lancar menunjukkan perasaanku padanya.

“Lalu kenapa kalau aku memberikan nomorku padanya?” tanyanya.

“Neo.. jinjja!” sialan. Apa maksudnya? Dia sedang menggodaku? Aigo, Kim Jonghyun! Jangan bodoh! Jangan bodoh!

“Waeyo?” tanyanya sambil tersenyum jenaka.

“Terserahmu!” kataku sambil menyeruput minumanku hingga habis.

Moodku langsung rusak seketika itu juga. Apalagi namja barusan benar-benar tampan. Dari gaya berpakaiannya juga aku tahu dia namja kaya. Apalagi dia tinggal disini. Yoobin pasti lebih memilihnya. Karena kesal, aku memilih diam. Aku membayar makanan yang kami makan dalam diam.

“Lalu kita kemana lagi, sunbaenim?” tanyanya.

“Pulang saja.” kataku pendek. Aku sudah tidak selera untuk pergi kemana-mana saat ini.

“Shirheoyo. Sudah jauh kemari hanya makan bubur dan pulang? Setidaknya kita pergi ke suatu tempat.” Rengeknya.

“Aku mau pulang.” kataku.

“Aku tidak mau pulang.”

“Geurae. Aku pulang sendiri. Lakukan sesukamu.”

Aku meninggalkannya dan dengan keras kepalanya perempuan itu sama sekali tidak mengejarku. Dia hanya diam saja membiarkan aku menjauh. Aish! Sudah kuduga. Dia pasti tertarik pada namja barusan.

Tapi kemudian, lima menit setelah aku berjalan meninggalkannya, aku mendadak khawatir. Bagaimana kalau dia diganggu orang jahat? Hatiku menjadi sangat tidak tenang. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali.

Aku sengaja mengambil jalan memutar, agar dia tidak lihat aku kembali. Ketika aku kesana, dia masih berdiri di depan kedai bubur itu. Tunggu dulu. Namja tadi menghampirinya. Aku mencoba mendekati mereka, tanpa diketahui mereka.

“Kamu masih disini? Mwoya igeo? Apa kita berjodoh?” kata namja itu saat melihat Yoobin.

Yoobin tidak menyahut. Dia bahkan memalingkan wajahnya dan menatap layar ponselnya.

“Ah, ppalli. Berikan nomor ponselmu. Selagi pacarmu tidak disini.”

Aku tersenyum. Aish! Ternyata Yoobin sama sekali tidak memberikan nomor ponselnya. Ah, aku lagi-lagi cemburu tanpa alasan.

“Mianhaeyo. Aku tidak bisa melakukan itu.” kata Yoobin yang masih saja bisa sopan saat menghadapi namja kurang ajar sepertinya.

Aku tidak tahan lagi untuk menghampirinya. Aku berjalan ke arah mereka. Namja itu terdiam sesaat saat menatapku. Yoobin tampak kaget meskipun dia hanya diam.

“Museun iriya?” tanyaku pada namja itu. aku menatapnya tajam dan dia tampak sedikit takut kemudian dia memilih pergi begitu saja.

Aku menatapnya dan dia hanya menghela nafas. “Geurae. Aku akan menurut jika sunbae mengajakku pulang. Jangan marah lagi.” katanya dengan tidak bersemangat. Mungkin dia lelah bertengkar denganku.

 

(Yoobin POV)

Percaya atau tidak, namja ini benar-benar seperti pacarku. Kami pergi nonton, sesekali dia menarik tanganku kemudian menggenggamnya dan memasukkannya dalam saku jaketnya. Dia memang tidak bicara banyak tapi sudah cukup baik dibanding sebelumnya. Ya ampun aku benar-benar bahagia. Bahagia sekali. Bagaimana aku bisa mengekspresikannya dengan kata-kata? Ah, kurasa aku tidak bisa bicara apapun lagi saat ini.

Kami pulang saat hari hampir gelap, sunbae melirik jam tangannya kemudian menatapku. “Waeyo?” tanyaku.

“Ini hampir malam.”

“Lalu?”

“Ayahmu tidak mencarimu?”

“Ponselku mati. Baterainya habis.”

“Paboya? Kenapa membiarkan baterai habis?!”

“Sunbae menjemputku tanpa memberiku kesempatan untuk bersiap-siap. Aku belum men-charger ponselku.”

Dia menghela nafas lagi. “Arrasseo. Aku akan menemuinya.”

“Nuguya?”

“Aish. Tentu ayahmu! Dia akan marah besar kalau lihat kau pulang semalam ini.”

“Lalu kalau sunbae menemuinya, sunbae pikir appa tidak akan marah?”

“Setidaknya dia marah padaku. Bukan padamu.”

Aku tersenyum. Mungkin ini yang aku suka darinya. Bukan kalimat yang bilang aku menyukaimu atau aku sayang padamu, melainkan gayanya yang begitu menjagaku. Mungkin appa juga bisa menilai itu hingga appa tidak pernah berpikir buruk tentang sunbae, sebanyak apapun cerita buruk yang didengarnya dari orang lain.

 

***

 

Aku baru saja menyelesaikan lukisanku di ruang klub lukis yang nyaman ini, kemudian aku berjalan ke luar untuk pulang. Ketika itu aku melihat Yongguk sunbae duduk di lapangan sekolah.

“Annyeonghaseyo.”kataku sambil menundukkan kepalaku.

“Ah, annyeong.”

“Sedang apa, sunbae?”

“Aku tertidur di kelas dan baru saja mau pulang.” katanya sambil tersenyum lebar.

“Jeongmalyo? Lalu Himchan sunbae?”

“Ne? Tentu saja dia sudah pulang meninggalkanku. Mana mau dia menungguiku.”

“Ah jeongmalyo? Jahat juga sahabatmu itu, sunbae.” Kataku sambil tertawa. Dia pun tertawa melihatku tertawa. Chankam. Wajahnya. Ada yang salah dengan wajahnya.

“Sunbae, kau sakit?” tanyaku dengan refleks menyentuh keningnya.

“Ani. Nan gwaenchana.”

Aku menelan ludah. Suhu tubuhnya tinggi sekali. “Geojitmal! Kau sakit, sunbae!”

Dia mengeratkan jaket yang dipakainya. “Aku hanya sedikit pusing. Tadi sedang jalan dan rasanya sangat pusing, makanya aku duduk sebentar.”

“Aish! Kajja kita ke rumah sakit.”

“Paboya? Aku pimpinan geng! Mau diletakkan dimana wajahku jika aku masuk rumah sakit karena pusing.”

“Aigo, pimpinan geng juga manusia, sunbaenim.”

“Andwae. Aku mau ambil motorku dan pulang.”

Aku menghela nafas. Harusnya aku mengantarnya pulang namun ada sesuatu dalam pikiranku saat ini yang membuatku sulit mengatakan itu.

“Andwaeyo, sunbae. Kau sedang pusing. Jangan naik motor sendiri.” Tapi pada akhirnya aku memilih untuk mengatakan ini.

“Lalu?”

“Naik bus denganku. Kuantar pulang.”

Meskipun awalnya Yongguk sunbae agak keberatan, namun dia hanya menurut saja saat aku menarik ujung jaketnya untuk membawa masuk dalam bus. Dalam bus dia berkali-kali memegangi kepalanya.

“Sangat pusing?” tanyaku.

“Hmmm…” sahutnya sambil memejamkan matanya.

Tidak berapa lama kami pun tiba di rumah Yongguk sunbae. Himchan sunbae tidak ada disana. Sepertinya dia sedang keluar rumah. Yongguk sunbae melepas jasnya dan berbaring di sofa. Meskipun sedikit kikuk, tapi aku tahu kalau aku harus melakukan ini. Ya, kamu melakukan ini hanya untuk menolongnya, Yoobin. Tidak perlu berlebihan.

Yongguk sunbae langsung memejamkan matanya untuk menenangkan diri. Aku mengambil air untuk mengompresnya.

“Ah mianhae jadi merepotkanmu.”

“Aniyo. Gwaenchanayo, sunbae.”

“Pulanglah. Ini sudah sore.”

Aku berjalan ke dapur dan hanya ada beberapa bungkus ramyeon di dapur. Aku hanya bisa menghela nafas. Kuputuskan untuk membuat bubur dengan bahan makanan yang ada tersisa dalam kulkas.

“Yoobin-ah, kau tidak perlu melakukan itu.” teriaknya dengan lemah.

“Sunbae sedang sakit dan jangan makan ramyeon. Aku hanya buat sedikit bubur dan sup.” sahutku.

“Aish! Jinjja!”

Aku mengerjakan semuanya secepat mungkin, sebelum aku terlambat untuk bekerja. Untunglah aku sudah terbiasa untuk membuat semua ini.

“Sunbae, aku sudah buat makanan untukmu. Mintalah Himchan sunbae menghangatkannya untukmu. Aku pulang. Maaf tidak bisa menungguimu lebih lama.”

“Arrasseo. Gomawo.”

“Ne. annyeonghaseyo.”

 

(Woohyun POV)

Aku dan Jonghyun baru saja melihat gitar yang ditawarkan salah satu kenalan kami ketika melihat Yoobin keluar dari rumah Yongguk. Dia tampak sibuk memakai jasnya yang sebelumnya dilepas. Kemudian dia sibuk merapikan rambutnya yang sebelumnya diikat. Aku menatap Jonghyun. Wajahnya merah padam.

“Sun..sun..sunbae…” kata Yoobin terbata begitu matanya lurus menatap Jonghyun. Jonghyun tidak menyahut. Matilah! Ini akan jadi pertengkaran besar.

Jonghyun berjalan meninggalkan Yoobin. Aku tahu dia marah namun dia masih menjaga emosinya. Manisnya namja sialan ini. Sebesar itu sayangmu untuknya?

“Sunbae, chankamanyo.” teriak Yoobin sambil mengejar Jonghyun. Aku sengaja tidak mau berada diantara mereka. Kujaga jarakku agar dibelakang mereka.

“Sunbae, kau marah? Aniyo. Aku tidak melakukan…….”

Jonghyun memasang headphonenya namun tetap tidak juga mau menatap Yoobin. Yeoja itu tampak kebingungan setengah mati.

“Sunbaenim…” rengek Yoobin sambil mengguncang tangan Jonghyun.

“Ah, wae?!” bentak Jonghyun sambil menepis tangan Yoobin.

“Keuge….”

“Wae? Aku tidak pernah tanya sedang apa kau di rumah Yongguk. Aku tidak tanya kenapa kau melepas jasmu di dalam rumahnya. Aku juga tidak tanya kenapa kau begitu berantakan keluar dari sana.” Cerocos Jonghyun. Aku tertawa. Paboya. Justru itu yang mau kau tanyakan.

“Mwoya?! Kenapa sunbae bilang begitu? Aku tidak mungkin melakukan yang tidak-tidak dengannya.”

“Molla!”

Jonghyun pergi begitu saja meninggalkan Yoobin. “Ah, wae. Kenapa selalu begini?” keluh Yoobin sambil meremas jarinya namun dia memutuskan untuk tidak mengejar Jonghyun lagi.

Aku dan Jonghyun berjalan ke rumah dalam diam. Jonghyun tampak sangat marah sekali. Kemudian ketika kami berhenti di depan rumah Yoobin, ahjumma itu keluar.

“Jonghyun-ah.”

“Ne, ahjumma?” anak sialan ini, semarah apapun dia pada Yoobin, dia masih saja sopan pada ibunya. Wae? Karena dia calon ibu mertuamu?

“Aku titip kunci rumahku. Tadi Yoobin mendadak bilang ingin main sebentar di rumah Hayoung. Aish! Anak itu menangis di telepon seperti anak bodoh. Pasti masalah namja lagi.”

“Ne?”

“Hoksi.. kau tahu namja mana yang sedang disukai Yoobin? Anak itu banyak mengeluh dan melamun beberapa hari ini. Aku rasa itu bukan soal pelajaran. Ini pasti namja. Aku senang anakku akhirnya suka pada lawan jenisnya.”

“Ah tapi aku tidak tahu soal itu, ahjumma.”

“Aigo, aku ini bicara apa. Sudah ya. Aku titip kuncinya sebentar. Aku mau mengantar Yoobin appa kerumah sakit.”

“Ne, ahjumma.”

Jonghyun menerima kunci itu dan berjalan menuju rumahnya. Beberapa langkah sebelum rumahnya, mendadak dia berhenti.

“Wae?” tanyaku.

“Ikut aku.”

“Kemana?”

“Ada yang ingin aku periksa di rumah Yoobin. Aku tidak mau dianggap pencuri. Jadi kau ikut aku.”

“Ne? Periksa apa?”

Jonghyun berjalan menuju rumah Yoobin, memasukkan kuncinya kemudian masuk ke dalam rumah itu. Tidak sampai disitu, dia masuk ke dalam kamar Yoobin.

“Ah, mian, Yoobin-ah.” Bisiknya sambil membuka pintu kamarnya.

Dia masuk ke dalam kamar dan berjalan menuju meja belajarnya. Dia tampak sibuk mencari sesuatu. Hingga akhirnya dia memegang sebuah buku sketsa. Kemudian dia membukanya dengan perlahan. Jarinya berhenti bergerak ketika dia melihat sebuah gambar. Aku mendekatinya untuk melihat gambarnya. Aku terperangah melihat gambarnya.

“Aigo. Nan jeongmal paboya.” katanya sambil tersenyum lebar. Kemudian dia meraih ponselnya.

“Oedi?” tanyanya. Aku tertawa kecil. Dia langsung menelepon yeoja itu. Aish! Kalian benar-benar seperti sepasang kekasih.

“YA! Uljima!”

“Kenapa menyalahkanku? Aku tidak mau disebut sebagai penyebab kau menangis!”

“Terserah mau menangis berapa lamapun.”

Klik. Jonghyun menutup teleponnya tapi dia tersenyum lebar sekali. Ah, entah kenapa aku yang senang melihat Jonghyun begini. Gomawo, Yoobin.

 

(Woohyun POV)

“Kunci rumahku.” katanya ketus sambil mengulurkan tangannya. Ah, yeoja itu bahkan sudah manja dengan Jonghyun sekarang.

“Ne? suaramu tinggi sekali. Kau lupa siapa aku?”

“Ah, ppalli!” keluhnya.

“Sedang apa kamu di rumah Yongguk?”

Yoobin yang mulanya masih memanyunkan bibirnya kemudian tersenyum lebar setelah mendengar pertanyaan itu. Yoobin memang yeoja istimewa yang tabah dengan perlakuan kasar Jonghyun. Ya, mereka saling melengkapi.

“Ah, kenapa tidak bicara begitu sejak tadi? Harusnya sunbae tanya begitu sejak awal kita bertemu di rumah Yongguk sunbae. Kenapa kamu selalu menuduhku ini itu tanpa bertanya?”

“Sedang apa?” ulang Jonghyun tanpa menurunkan nada suaranya.

“Yongguk sunbae sakit. Aku hanya mengantarnya pulang.”

“Kenapa kau berantakan?”

“YA! Kenapa otakmu mesum sekali, sunbae?”

“MWO? MESUM KATAMU?”

“Habisnya sunbae menuduhku begitu.”

“Siapa yang tidak mesum kalau tampilanmu begitu?” sahut Jonghyun. Aku lagi-lagi menahan senyumku mendengar cerocos Jonghyun.

“Aish, sunbaenim! Aku memasakkan bubur dan sup untuknya.”

“Arrasseo.”

“Puas?”

“Pulang sana.”

“Senyum dulu. Berikan senyum untukku sebagai ucapan maaf.”

“Nuguya? Pergi!”

“Ah, kalau begitu sebut namaku.”

“Mwo?”

“Sunbae selalu memanggilku dengan buruk. Sunbae selalu memanggilku dengan ya atau Kwon Yoobin!”

“Kau mau kusebut Nam Woohyun? Namamu memang Kwon Yoobin bukan?”

“Aniyo. Bukan itu maksudku. Aku ingin sunbae panggil dengan lebih baik dari biasanya. Anggap saja permintaan maaf karena sunbae telah marah-marah tanpa alasan denganku.”

Jonghyun melipat tangannya di dada kemudian menatap Yoobin dengan tajam. Yeoja itu bodohnya masih saja takut dengan Jonghyun. Aigo, namja ini menyukaimu! Kau tidak perlu takut.

“Arrasseoyo. Aku pulang. Gomawoyo sudah memberikan kunciku.”

“Yoobin-ah, pulanglah dengan baik. Mandi dan tidurlah, Yoobin-ah.” kata Jonghyun tepat setelah Yoobin membalikkan badannya.

Yoobin berbalik lagi dan tersenyum. “Ah, neomu johahae. Panggil aku begitu lebih sering, sunbae. Annyeong.”

Jonghyun tersenyum tipis setelah menutup pintu rumahnya. Kemudian Jonghyun menatapku dengan dalam.

“Nam Woohyun.”

“Wae?”

“Aku rasa aku akan coba mulai semuanya.”

“Jeongmal?”

 

***

to be continued

26 thoughts on “Gangster in Love [Part 8]

  1. Akhirnya ada update lagi..hee
    Aigoo,, Jjongie oppa neomu gyeopta..
    Lanjut terus gangster in lovenya ya authornim,, seru,, bikin penasaran..
    Authornim_jjang fighting..:-D

    Satu lagi
    Request ff taeun donk..
    Gamsahamnida..
    Annyeong..:-)

  2. Kyaaaaaa >_< so sweet banget sih kalian. Gemes deh. Moga aja gk dianggep gila sama orang gara2 senyum2 sendiri –'
    Next and fighting thor 😀

  3. Besok udah Satu bulan ff ini di luncurkan, tp kok belum update ya… Min,,,, update dong…. Min…. Minmin kemana min? Sibuk ya??? (╥﹏╥)

  4. Anniyong semua…. Sudah lama ga buka blok ini, baru bisa buka skrang. Saking lamanya saya kira udah ketinggalan banyak part. Min ceritanya tambah seru, makin kesini makin penasaran, tp kok lama ya ga d update? Lagi sibuk apa min? Semoga cepet lanjut ya…. Fighting!!!!

Leave a comment