Can I Make Him Jealous? [Part 18-END]

(Kibum POV)

Jinki hyung tampak kurang sehat beberapa hari ini. dia tampak kurang berselera makan. Mungkin karena terlalu banyak show  yang harus kami lakukan.

“Neo gwaenchana?” tanyaku.

“Hmm… aku hanya merasa terlalu lelah.” Katanya sambil memijat punggungnya.

“Soo Bin tidak tahu?”

“Dia sepertinya sibuk. Aku juga tidak mau memaksakan dia untuk setiap hari mengunjungiku.”

Aku tersenyum. Jinki hyung yang kukenal dulu sudah berubah. Aku hanya bisa bersyukur. Soo Bin bisa mendapatkan Jinki hyung yang lebih baik lagi.

Tapi kalau dipikir-pikir, kasihan juga Jinki hyung lemas begitu. Jadi, kuraih ponselku. Kutelepon yeoja itu.
Continue reading

Can I Make Him Jealous? [Part 17]

(Jiyong POV)

“Aku berjanji akan menyiapkan waktu luang untuk kamu disela-sela kesibukanku. Aku tidak peduli meskipun aku lelah, aku akan menemuimu. Jangan takut dengan kesibukanku. Aku akan selalu mengutamakanmu. Kumohon jadilah pacarku.”

Saat mendapati kamarnya penuh dengan fotoku, aku semakin yakin kalau sebenarnya dia menyukaiku. Hanya saja mungkin dia takut dengan kesibukanku. Dia takut kehilangan perhatianku. Aku yakin itu. karena itu aku mau memberikan kesempatan untuknya.

“Kumohon, oppa. Jangan memaksa lagi.” Dia menangis semakin deras, namun aku sudah meneguhkan keputusanku.

“Jangan menangis.” Kataku sambil mengusap airmata yang mengalir di pipinya.

“Aku tidak punya kelebihan apa-apa, oppa. Kamu masih bisa mencari yang lebih baik dari aku. Kumohon, oppa.”

Aku kasihan melihatnya begini. Tapi aku semakin menyadari kalau aku begitu menyayanginya.
Continue reading

Can I Make Him Jealous? [Part 16]

(Jiyong POV)

Soo Bin masuk ke dalam kafe sambil meremas ponselnya. Wajahnya tampak aneh. Sebenarnya siapa yang baru saja diteleponnya?

“Siapa yang kamu telepon tadi?” tanyaku begitu dia duduk di kursinya.

“Seseorang.” katanya dengan wajah yang masih belum kupahami apa artinya.

“Nuguya?”

“Tidak penting, oppa.” katanya sambil tersenyum hambar. Itu bukan senyuman yang biasa muncul dari bibir Soo Bin.

Kemudian Soo Bin tampak terdiam. Dia tidak seceria biasanya. Aku sedikit mengkhawatirkan keadaannya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi padanya?

“Oppa, boleh aku mengajukan pertanyaan padamu?” katanya.

“Apa?”

“Oppa, kalau dalam angka, berapa banyak kamu menyukaiku?” tanyanya.

Aku kaget sekali dia menanyakan hal itu. tapi pertanyaan itu membuatku tersenyum karena gemas melihatnya. Pertanyaan itu juga membuatku berpikir akan hal yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya, yaitu besarnya perasaanku untuknya.

“Harus dalam angka?” tanyaku.

“Ne, oppa.” katanya sambil mengangguk.

“Mungkin dari satu sampai seratus, nilaimu sembilan puluh.” Continue reading

Can I Make Him Jealous? [Part 15]

(Jiyong POV)

“Bangun, sudah sampai.” Kataku sambil menepuk-nepuk pipinya perlahan.

Dia membuka matanya kemudian menatapku. Aku yang gemas dengannya, langsung mencubit hidungnya. Dia hanya tersenyum saat aku melakukan itu dengannya.

“Mian, aku tertidur.” Katanya sambil mengusap kedua matanya.

“Gwaenchana. Kamu belum terbiasa dengan jadwal syutingmu yang padat.” Kataku sambil terus mengusap pipinya yang tampak memerah karena bersandar di kursi mobil.

“Hmmm.. aku jadi mengerti betapa lelahnya dia.”

“Dia? Nuguya?”

“Ah, aniyo. Maksudku kamu, oppa.”

“Aku sudah biasa dengan semua ini.” kataku sambil tersenyum.

“Jangan sakit ya, oppa.” Katanya kemudian dia mengulurkan tangannya dan memegangi kedua pipiku.

(Soo Bin POV)

Ketika aku menyentuh pipinya, dia tersenyum kemudian dia meletakkan tangannya diatas tanganku. Kami saling berpandangan. Tiba-tiba dia menatapku dalam. Dia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku. Lalu dia memiringkan wajahnya. Aku ada di posisi yang tidak bisa menolak lagi. Apalagi kata-kata di telepon dengan ibunya sedikit banyak mempengaruhiku karena bagaimanapun juga dia sudah memberitahu ibunya mengenai perasaannya.
Continue reading

Can I Make Him Jealous? [Part 14]

(Jiyong POV)

Aku membawa mobilku dengan kecepatan rendah. Memeriksa setiap sudut jalan, memastikan dia ada disitu atau tidak. Setelah lima belas menit mencari, aku menemukan dia duduk di ayunan taman sambil menangis. Aku menghentikan mobilku dan kuambil jaketnya lalu kuhampiri dia.

Saat aku menghampirinya, dia masih saja menangis sambil menunduk. Kasihan sekali. Dia pasti sedih dengan perlakuan Yongbae.

“Udara malam bisa membuatmu sakit.” Kataku sambil memasangkan jaketnya dibahunya.

Dia tidak menyahuti perkataanku. Dia hanya terus menangis sesenggukan. Aku berjongkok untuk melihat wajahnya. Matanya sudah bengkak. Kuusap perlahan matanya. Dia menatapku kemudian dia mengulurkan tangannya dan menarik tudung sweaterku kemudian memasangkannya di kepalaku.

“Akan bahaya jika orang melihatmu disini.” Katanya masih dengan sesenggukan.

Aku tersenyum. Disaat seperti ini. masih saja bisa dia memikirkan posisiku. Park Soo Bin, selamat, anda telah memenangkan hatiku.

“Yongbae itu baik. Aku tidak mengerti kenapa dia begitu.”

“Baik apanya? Dia jahat. Kenapa dia melakukan itu kalau memang dia baik?” katanya sambil menangis.

“Iya. Aku mengerti perasaanmu. Dia memang sedikit keterlaluan.”

“Sedikit? Dia sangat keterlaluan, oppa!”

“Iya. Iya. Dia sangat keterlaluan. Sudah ya. Jangan ditangisi lagi.”

“Kenapa Taeyang oppa begitu? Apa salahku? Apa dia begitu membenciku hingga dia melakukan itu?” katanya sambil menangis.

“Aniyo. Tidak ada yang membencimu.”

“Lalu apa maksudnya?”

“Aku juga tidak tahu. Maafkan Yongbae.”
Continue reading