Between Coin, Life and Love? [Part 14]

(Jiyeon POV)

Sejak pulang dari rumah Jinki oppa, Minho tampak aneh sekali. Dia hanya memandangiku terus.

“Wae?” tanyaku.

“Apanya?”

“Mengapa kau memandangiku seperti itu?”

“Aku….”

“Aku apa? Kau sakit?”

“Aniyo. Sudah, lupakan saja!”

 

(Minho POV)

Seperti yang sudah kubayangkan sebelumnya. Aku sudah tahu kalau akan begini. Aku tidak berani melakukannya. Wajahnya itu terlalu…. entah terlalu apa. Yang jelas dia membuatku tidak bisa mengatakan itu.

Saat aku menyetir, aku sesekali memandang dirinya. Namun, aku bersikap seolah tidak terjadi apapun ketika dia melihatku.

“Choi Minho, aku mulai takut denganmu.”

Aku tertawa. Anak ini bodoh sekali. “Wae?”

“Wajahmu aneh sekali. Sebenarnya ada apa? Kenapa kau memandangiku begitu?”
Continue reading

Between Coin, Life and Love? [Part 13]

(Jiyeon POV)

Aku tidak percaya. Minho menyimpan semua ini. katanya benda ini untuk Nana. Nyatanya? Aku yakin benda ini ada disini bukan karena Nana yang mengembalikannya. Aku tahu persis kalau Nana bukanlah tipikal yeoja yang mau mengembalikan barang yang pernah dimilikinya, meskipun itu pemberian mantan pacarnya.

Dengan tangan bergetar, aku meraihnya. Itu kalung yang dulu Minho bilang untuk Nana. Juga pakaian-pakaian ini. Pakaian yang dia bawa dari luar kota setiap dia pulang rapat. Kenapa dia tidak jadi memberikan itu padanya? Kenapa dia menyimpannya seperti ini?

Aku meraih secarik kertas, berwarna hijau lembut. Penuh dengan gambar hati. Aku merabanya karena aku begitu suka dengan motifnya. Kemudian kubuka. Lagi-lagi aku dibuat terbelalak.
Continue reading

Between Coin, Life and Love? [Part 12]

(Minho POV)

“Aku minta kau menceraikanku.” katanya begitu tersadar.

Aku tahu sekali semua akan berakhir begini. Oetokke? Aku tidak ingin hal ini terjadi. Jebal, aku tidak ingin mendengar kata-kata itu dari mulutmu, Jiyeonie.

“Dengarkan aku dulu…”

“Aku tidak mau mendengar apapun!” teriaknya sambil menutup telinganya.

Aku menghela nafas panjang. Percuma. Dia tidak akan mau mendengar perkataanku. Lagipula kenyataan yang dia lihat terlalu pahit. Aku tidak bisa mengelak lagi.

“Minho-ah, keluarlah dari kamarku.”

“Jiyeon-ie…”

“Jebal. Aku sudah sangat lelah. Aku tidak sanggup lagi berteriak.”

“Ini tidak adil. Dengarkan aku dulu.” Sial, aku tidak kuat lagi. Ingin menangis.

“Jebal.” Katanya pelan.

Aku ingin menjelaskan semua tapi Jiyeon sepertinya sudah benar-benar menutup telinga dan hatinya untuk mendengarku.
Continue reading

Between Coin, Life and Love? [Part 11]

(Jiyeon POV)

Aku bangun dengan kepala yang sangat pusing. Ketika aku membuka mataku, aku hampir menjerit ketika lagi-lagi kami tidur diatas ranjang tanpa pakaian.

Aku mencoba mengingat kejadian kemarin. Tapi aku tidak ingat apapun selain larangan Minho untukku minum lagi. Sisanya aku tidak ingat. Ottokke?

“Oetokke?” bisikku pelan sambil mengusap kepalaku yang pusing.

Tapi aku sadar kalau aku harus cepat-cepat berpakaian.

 

(Minho POV)

Aku bangun, sepraiku  tampak berantakan. Lebih dari itu, aku tanpa pakaian. Omo, apa aku melakukan itu lagi dengan Jiyeon? Aku malah tertawa.

Setelah berpakaian, aku melihat Jiyeon melamun. Menatap kosong ke luar jendela. Aku berjalan mendekatinya.

“Wae?” tanyaku.

“Aniyo.” katanya sambil menggeleng.
Continue reading