Gangster in Love [Part 14]

Please read this first.

(Hayoung POV)

“Oraenmaniya, Kwon Yoobin.”

Kami berdua refleks menoleh ke belakang. Aku tertegun menatapnya. Begitu pula dengan Yoobin.

“Sun..sunbae..sunbaenim..” kata Yoobin terbata. Airmatanya bergulir begitu saja. Sama seperti dulu, namja ini masih saja tidak sanggup melihat airmata Yoobin.

“YA! Mengapa menangis begitu.” Dia langsung mengusap lembut pipi Yoobin.

“Ah, maafkan aku.” Yoobin menyadari kesalahannya dan buru-buru mengusap airmatanya.

Namja itu tersenyum kemudian dia berjalan dan duduk di hadapan kami. Astaga. Empat tahun berlalu dan wajahnya sangat luar biasa saat ini. Ya, sejak dulu aku tahu kalau dia memang tampan. Namun setelah sekian lama tidak melihatnya, dia jadi sangat tampan.

“Jal jinaego isseo?” tanyanya pada Yoobin.

“Hmmm… Lumayan. Bagaimana denganmu?”

“Aku? Mungkin lebih dari lumayan.” katanya sambil tersenyum tipis.

“Johahaeyo.”

“Mwoga joha?”

“Aku senang mendengarmu baik-baik saja.”

Seolah tidak terbendung lagi, airmata Yoobin mengalir begitu saja. Aku hanya bisa tertawa melihatnya. “YA! Paboya? Kenapa menangis terus?” kataku sambil mengambil tisu dan membantunya menyeka wajahnya.

“Molla! Airmata ini seperti tidak tahu tempat.”

“Neo jinjja paboya! Katakan saja terus terang kau begitu bahagia melihatnya.”

“YA! Oh Hayoung!”

Namja itu tertawa terbahak-bahak. Pemandangan yang hampir tidak bisa kupercayai. Aku melihat hal yang hampir tidak masuk akal.

“Maafkan aku. Aku rasa aku harus ke toilet.” kata Yoobin sambil mengambil pouch makeupnya.

“Wae? Kau malu makeupmu luntur di hadapan sunbae ini?” ejekku

“YA! Jangan menggodaku terus!”

Lemon tea pesanan namja ini datang dan dia menenggaknya hingga berkurang separuhnya kemudian menatapku.

“Benar-benar sudah banyak waktu berlalu.”

“Bangawoyo, Kim Jonghyun sunbaenim.”

 

(Author POV)

“Hayoung kemana, sunbae?” tanya Yoobin sekembalinya dari toilet dan ia mendapati sahabatnya menghilang dari kafe itu.

“Dia bilang dia ada urusan di kampus dan dia berpamitan pulang.”

“Ah, jinjja?”

“Kamu ada perlu setelah ini?”

“Aniyo. Sashileun aku disini untuk bertemu seseorang, sunbae.”

“Nugu?”

Yoobin menatap Jonghyun sesaat kemudian menggeleng perlahan. “Isseoyo. Eotteon namja.”

“Namchin?”

“Aniya! Aniya! Namchin aniya.”

Tepat ketika itu seorang namja lewat dan menghampiri meja Yoobin. “YA! Kwon Yoobin!”

“Sunbae? Sunbae sedang apa disini?”

“Bertemu seseorang. Kau sedang apa disini?”

Belum sempat Yoobin menjawab, namja itu menatap Jonghyun sesaat kemudian tertawa terkekeh. “Ah, igeoya?! Ini namja yang kau kencani? Astaga! Aku mengejar cintamu susah payah karena namja ini?”

Namja itu kemudian menepuk punggung Jonghyun perlahan. “Jaga uri Yoobin baik-baik. Dia benar-benar menolak semua pria. Kurasa kau pria pertama yang bersama dengannya.”

“Sunbae! Kau bicara apa! Memalukan sekali.” gerutu Yoobin sambil mendorong seniornya agar menjauh dari mejanya.

“Nuguya?” tanya Jonghyun ketika Yoobin kembali lagi ke mejanya.

“Senior di kampus.”

“Hanya senior? Dia bahkan menyebutmu dengan sebutan uri Yoobin.”

“Dia memang begitu, sunbae. Biarkan saja. Aku sudah mulai terbiasa dengannya.”

Yoobin melirik jam tangannya. Sudah sejam berlalu dari waktu yang dijanjikan untuk bertemu dengan pria yang dijodohkannya, namun tidak ada satupun yang datang.

“Isanghae.”

“Mwoga isanghae?”

“Keuge.. Aku sebenarnya janjian dengan seseorang. Sudah sejam namun dia tidak juga datang.”

“Mungkin dia lupa.”

“Eotteohge? Appa bahkan tidak memberiku nomor ponselnya.”

“Appa? Dia kenalan ayahmu?”

“Hmmm. Ayahku yang memperkenalkanku padanya.”

“YA! Sembarang sekali menerima tawaran untuk bertemu dengan namja.”

“Mwoya! Ayahku tidak akan sembarangan menjodohkanku dengan pria.”

“Mwo? Jadi kau dijodohkan?”

Yoobin menutup mulutnya rapat-rapat dan Jonghyun tertawa kecil. “Aniyo. Anggap saja sunbae tidak dengar perkataanku.”

 

(Yoobin POV)

“Sunbae sedang apa disini?” tanyaku.

Aku hampir tidak percaya, namja yang hilang selama empat tahun ini kembali. Aku bahkan tidak bisa melukiskan rasa bahagiaku dengan kata-kata. Jantungku masih saja berdebar dengan cara yang sama saat melihatnya.

“Aku tadinya bertemu dengan seseorang, mungkin dia tidak sadar kalau aku disini.”

“Mwoya? Memang tidak membuat janji terlebih dahulu?”

“Sudah.”

“Aneh sekali.”

“Biarkan saja. Kamu mau makan apa? Pesanlah. Aku yang bayar.”

Sebenarnya aku sangat lapar. Tadi pagi aku hanya sarapan selembar roti dan segelas susu. Namun aku khawatir namja itu datang saat aku sedang makan. Dia tentu akan tersinggung kalau aku makan tanpa menunggunya datang.

“Andwaeyo. Apa yang kukatakan padanya kalau dia datang?”

“Makanlah. Ini sudah hampir lewat jam makan siang. Aku akan bicara padanya kalau dia datang. Dia akan memaklumi itu.”

“Keunde, sunbae…”

“Aigo, empat tahun tidak bertemu. Tidak mau kau makan denganku?”

“Keuge anindeyo geunyang…”

Dia mengulurkan menunya dan menyuruhku memesan makanannya. Aku tidak punya pilihan lain. Lagipula sebenarnya aku merindukan saat makan bersamanya. Namun tepat ketika itu, aku melihat jari manis di lengan kirinya. Mendadak aku merasa sesak nafas.

“Jadi kamu kuliah di Seoul?” tanyanya. Aku merasa otakku kosong dan pertanyaan sunbae seolah tidak bisa kujawab. Aku terdiam menatap lengannya.

“Ne, sunbae?”

“Mwoya? Ada sesuatu yang kamu pikirkan?”

“Aniyo, sunbae. Maafkan aku. Sunbae tinggal disini selama ini?” potongku. Aku mencoba sebisa mungkin untuk tenang.

“Ne.”

“Kurasa sunbae bahagia sekali tinggal disini. Wajahmu berbinar sekali.”

Omona, jebal Yoobin. Keluarkan pemikiran tentang jari Jonghyun sunbae saat ini. Jangan tanya apapun meskipun kamu begitu ingin menanyakannya.

“Jangan nilai apapun yang tampak dari luar, Kwon Yoobin.”

Makanan yang kami pesan datang. Aku memilih tidak banyak bicara dan menghabiskan makananku. Meskipun sebenarnya aku tidak selera karena bagaimanapun Jonghyun sunbae makan dengan menggunakan tangan kirinya dan itu sangat mengganggu pemandangan mataku.

Syukurnya aku berhasil menghabiskan makananku. Selesai makan, sunbae menyeka mulutnya dengan tisu dan mataku masih melihat jarinya itu. Bagaimana ini? Aku sungguh ingin bertanya.

“Wae?” tanyanya tiba-tiba.

“Mwogayo?”

“Kau tampak aneh. Ada sesuatu yang ingin ditanyakan?”

Aku ingin bertanya, kenapa kau pergi tanpa izin? Bagaimana hidupmu disini? Apa yang kau lakukan empat tahun terakhir? Kenapa kau mengganti nomor ponselmu? Kenapa kamu bahkan tidak bertanya bagaimana hari-hariku tanpamu? Kenapa tidak sekedar minta maaf karena teah meninggalkan aku tanpa pamitan? Kenapa bertingkah seolah tidak ada apapun diantara kita sebelumnya? BAHKAN AKU INGIN TANYA KENAPA KAU PAKAI CINCIN DI JARI MANISMU?

“Aniyo, sunbaenim.”

Aku melirik jam tanganku. Heol. Sudah dua jam berlalu. Waktu selalu tidak terasa berlalu saat aku di dekat namja ini. Tapi kemana perginya namja yang dijanjikan ayahku itu?

 

(Author POV)

“Sunbae, sudah dua jam berlalu. Sebaiknya aku pulang saja.” kata Yoobin. Dia tampak tidak bersemangat ketika menyadari ada cincin yang melingkar di jari Jonghyun.

“Wae? Kau ada janji?”

“Aniyo. Kurasa namja itu lupa dengan janjinya. Aku pulang saja. Nanti aku tanyakan pada ayahku.”

“Ah, arrasseo.”

“Sunbae masih mau disini menunggu temanmu?”

“Apa aku pernah bilang kalau dia temanku?”

Yoobin terdiam. Kalimat Jonghyun seolah menegaskan statusnya dengan wanita lain. Yoobin terlihat semakin sedih.

“Baiklah. Kalau begitu aku pulang dulu.”

“YA! Kwon Yoobin!” panggil Jonghyun tepat setelah Yoobin membalikkan tubuhnya. Dengan berat hati, Yoobin menatap Jonghyun lagi.

“Ne, sunbae?”

“Kau sudah pernah minum?”

“Minum apa, sunbae?”

“Jangan belagak bodoh. Di usiamu mana mungkin kau tidak pernah minum. Jongin tidak mungkin belum mengajarkanmu kan?”

“Lalu?”

“Temani aku minum. Kau bilang tidak ada janji kan?”

Meski beberapa kali menolak, namun Jonghyun menarik tangan Yoobin ke sebuah bar dan membeli beberapa botol soju.

“Sunbae, sebenarnya aku tidak bisa banyak minum.”

“Arra. Aku tahu hanya dengan melihat wajahmu.”

“Beberapa gelas saja, sunbae. Tidak mungkin aku mabuk di siang hari begini.”

“Wae? Kau lupa siapa aku? Kim Jonghyun! Tidak ada satupun yang bisa mengaturku.”

“Jebal, sunbae. Aku mudah sekali mabuk.”

Yoobin beberapa kali menggeleng, menolak saat Jonghyun menuangkan soju dalam gelasnya. Namun Jonghyun jelas memaksa. Beberapa gelas kemudian, wajah Yoobin sudah mulai memerah.

“Sunbae, kurasa aku sudah mulai mabuk.”

“Jinjja? Kau bahkan belum menghabiskan sebotol.” kata Jonghyun sambil tertawa. Jonghyun bahkan belum mabuk sama sekali.

“Panggilkan aku taksi, aku harus pulang.”

“Andwae. Bantu aku habiskan soju ini.”

Beberapa menit kemudian Yoobin benar-benar mabuk. Bahkan dia sudah mulai kehilangan kesadarannya dan meracau tanpa henti. Jonghyun benar-benar licik. Namja itu bahkan tidak mabuk. Dia melipat tangannya dengan rapi, menatap Yoobin dengan intens. Yeoja yang sudah mabuk itu, sama sekali tidak sadar kalau namja itu menatapnya lekat-lekat. Yoobin masih saja meracau tentang banyak hal.

 

(Yoobin POV)

Aku terbangun dalam pelukan seseorang. Aku mencoba membuka mataku, seberat apapun mataku untuk digerakkan. OH MY GOD! Apa aku salah lihat? Jonghyun sunbae?!

Refleks aku mendorong tubuhnya. Dia masih tertidur dengan pulas, rapi dengan piyamanya. Astaga, tampannya dia. Tunggu dulu. TUNGGU DULU! KENAPA AKU DISINI? INI DIMANA? Aku melihat pakaianku. Masih pakaian yang sama dengan yang kupakai waktu bertemu dengannya. Apa yang terjadi? Kemudian aku mengendus bau alkohol dari pakaianku. Sial! Kemarin aku mabuk. Pantas kepalaku sakit sekali saat ini.

Aku memejamkan mataku, mencoba mengingat kejadian yang terjadi kemarin namun semua seolah terasa terhapus dari otakku. Oettoekhae? Karena itu aku benci mabuk. Apa yang kukatakan hingga aku ada disini?

“Sudah bangun? Kepalamu sakit?” terdengar suara dari belakang. Mati aku! Jonghyun sunbae!

“Ne, sunbaenim.”

“Lapar? Kubuatkan sarapan untukmu.”

“Keunde, sunbae. Kenapa aku disini?”

“Kau mabuk berat kemarin. Aku tidak sanggup mengantarmu pulang. Jadi kubawa kau kemari. Wae? Andwae?”

Bukan begitu. Aku tidak melakukan sesuatu yang diluar memalukan kan sunbae? “Aniyo, sunbae. Terima kasih.”

Dia merentangkan tangannya. Mungkin dia pegal karena aku meletakkan kepalaku di lengannya. Omo! Aku baru saja berbaring dalam pelukannya tadi. OMO! OMO!

“Mau sarapan apa?”

“Gwaenchanayo, sunbae. Aku pulang saja dan sarapan di rumah.”

“Jeongmal? Jadi kamu mau pulang saja?”

“Ne, sunbae. Gomawoyo.”

“Kuantar?”

“Andwaeyo, sunbae! Andwae! Aku pulang sendiri saja.”

Aku buru-buru bangun dan merapikan pakaian serta rambutku yang berantakan. Tepat ketika itu terdengar suara pintu terbuka. Seseorang masuk. Woohyun sunbae!

“Sun.. sunbaenim!”

“YA! Igeo nuguya? Kwon Yoobin?”

“Sunbae!” teriakku.

Woohyun sunbae berjalan ke arahku. Dia bahkan tahu kalau aku baru bangun tidur, namun dia mengulurkan tangannya dan memelukku lembut. Ah, rasanya sudah banyak waktu berlalu. Wajah lembut sunbae ini membuatku benar-benar rindu. Meski dia adalah gangster menyebalkan di masa lalu, aku ingat kalau dia punya perangai lebih baik ketimbang Jonghyun sunbae.

“Jal jinaego isseo?” tanyanya setelah melepas pelukannya.

“Eung. Sunbaeneunyo?”

“Geurom!”

“Mwoya? Kau bahkan tidak memelukku ketika kita pertama kali bertemu.” omel Jonghyun sunbae sambil menyalakan kompor, seperti sedang membuat sesuatu.

“Aku yang memeluknya, Jjong!” sahut Woohyun sunbae.

“Sunbae, aku pamitan pulang. Aku berantakan sekali.”

“Wae? Kau tetap saja Yoobin yang manis saat berantakan.”

“Sunbae!”

“Kau nyaris membuatku muntah, Nam Woohyun!” sahut Jonghyun sunbae sambil terus memasak di dapur. Sepertinya dia membuat sarapan untuknya, karena aku sudah menolak tawarannya tadi.

Aku menundukkan kepala untuk berpamitan. Ketika itu, pintu terdengar terbuka lagi. Kali ini masuklah seorang wanita yang tidak kukenal. Aku hampir tidak mempercayai mataku. Ini apartemen Jonghyun sunbae dan ada seorang wanita masuk begitu saja. Jonghyun sunbae bahkan berbagi password pintunya dengan wanita ini?

“Oppa!” rengeknya manja. Dia berlari melewati aku dan Woohyun sunbae kemudian melingkarkan lengannya dan bergelanyut manja di lengan Jonghyun sunbae.

Aku rasa aku sudah tidak bisa menggambarkan dengan kata-kata. Perasaanku seperti hancur. Empat tahun aku menunggunya. Aku bahkan tidak pernah jatuh cinta pada namja lain. Aku yakin kalau dia akan kembali padaku. Aku yakin dia akan menemuiku lagi dan mengajakku untuk memulai lagi semuanya. Harapanku ternyata hanyalah harapan kosong. Dia bahkan sudah mengencani gadis lain. Malangnya nasibku.

“Oppa, keu yeoja nuguya?” tanyanya lagi dengan gaya manjanya.

Airmataku tidak bisa ditahan lagi. Dia mengalir begitu saja tanpa bisa kutahan.

 

(Author POV)

Airmata Yoobin mengalir begitu saja. Woohyun tampak sangat terkejut melihat juniornya itu menangis tersedu-sedu. Sesaat kemudian Yoobin menyeka airmatanya dan berjalan mendekati Jonghyun.

“Sebenarnya ada hal yang ingin kulakukan sejak awal melihatmu.” kata Yoobin.

“Apa?”

Plak. Yoobin menampar Jonghyun keras-keras. Begitu kerasnya hingga wajah Jonghyun benar-benar merah.

“YA! Apa-apaan kau?!” kata Jonghyun sambil memegang pipinya.

“Aku menyesal mempercayai semua kalimatmu, nappeun nom!”

Yoobin membalikkan badannya dan pergi begitu saja. Dia hanya berpamitan pada Woohyun sebelum pintu akhirnya tertutup.

“Ide siapa ini?” tanya Woohyun dengan tangan terlipat di dada, tepat ketika Yoobin meninggalkan apartemen itu. Woohyun menatap yeoja yang berdiri di samping Jonghyun dengan tajam.

“Aniya, oppa. Nan aniya! Jonghyun oppa yang menyuruhku. Sungguh!”

“JJONG!”

“Aish, anak itu tamparannya sakit sekali.” keluh Jonghyun sambil mengusap pipinya.

“Maumu apa, Jjong? Ini sama sekali tidak lucu, Jjong!”

“Wae? Kenapa kau gusar sekali?”

“Minta maaf padanya! Kau bahkan membuatnya menangis setelah sekian lama tidak bertemu?”

“Kau berlebihan sekali, Nam!”

“Neo jinjja! Aku benar-benar tidak paham dengan isi pikiranmu! TERSERAH! LAKUKAN SESUKAMU!”

 

*****

(Yoobin POV)

Aku sedang di pertemuan keluarga. Appa bilang keluarga namja itu mengundang kami untuk makan bersama di sebuah restoran. Aku khawatir kalau-kalau aku tidak menyukainya. Tapi tidak ada yang bisa kulakukan saat ini. Ini salah satu jalan baik untuk selamanya melupakan Jonghyun sunbae.

“Jadi ini yang namanya, Yoobin? Cantik sekali. Seperti ibunya.” kata seorang Ibu yang aku yakini kalau itu ibunya namja itu. Anehnya hanya ada sepasang suami istri disini. Entah kemana anaknya.

“Gamsahamnida.” sahutku, alakadarnya.

“Pantas saja anakku bilang kalau kamu cantik.”

“Jeongmalyo? Dia mengatakan itu?”

“Selalu. Dia selalu mengatakan itu.”

Sial. Kurasa dia namja bajingan. Dia bahkan belum bertemu denganku. Dia belum pernah lihat aku. Kenapa dia mengatakan hal bodoh itu pada ibunya? Pasti dia tipikal laki-laki pembual. Bagaimana ini?

“Ah, gamsahamnida. Aku tersanjung mendengarnya.”

“Anakku sedang dalam perjalanan kemari. Tadi rekan bisnisnya mendadak menelepon. Mohon maaf atas keterlambatannya.” kata ibu itu lagi.

“Gwaenchanayo.” sahut eomma sambil tersenyum.

Akhirnya kami memutuskan untuk menyantap makanan tanpa menunggu namja itu. Restoran ini terkenal akan steaknya. Makanya, ketika itu disajikan, aku memilih menikmati makananku tanpa banyak berpikir. Sementara eomma dan appa banyak berbasa-basi dengan ayah dan ibu namja itu. Ketika aku sedang asyik mengunyah makananku, tiba-tiba masuklah seorang namja dengan setelan jas rapi. Aku benar-benar terkejut melihatnya.

“Maafkan aku datang terlambat.” katanya sambil menundukkan kepala.

Aku hampir tersedak saat ini. Mwoya? Kenapa dia disini? Setelah selesai memberi hormat pada appa dan eomma, dia duduk dengan gayanya yang anggun di kursi tepat di depanku. Dia menatapku sambil tersenyum kemudian dia mengedipkan sebelah matanya. Mwoya? Apa maksudnya?

“Appa tidak pernah bilang kalau namja itu Jonghyun sunbae!” potongku ketika appa bahkan sedang bicara dengan eomma. Semua mata menatapku saat ini.

“Kamu bahkan tidak pernah bertanya, Yoobin. Lagipula bukankah kamu sudah bertemu dengannya ketika janji di kafe itu?” kata appa sambil tersenyum.

“Waeyo, Yoobin? Tidak suka dengan uri Jonghyun?” tanya ibu itu sambil menatapku lembut.

“Bukan begitu.. Aku hanya…”

“Dia hanya kaget, abeonim. Aku tidak memberitahunya ketika kami bertemu di kafe.” potong namja sialan itu.

Abeonim? Abeonim? Berani sekali dia memanggil ayahku begitu! Aku tidak terima dia begitu! Lagipula siapa yang sudi menikah dengannya? Dia bahkan sudah punya pacar!

“Aigo, senangnya jadi anak muda. Suka sekali bercanda.” kata eomma sambil tertawa. Mwoya, eomma! Dia itu namja bajingan, eomma!

Aku mendengus kesal. Aku benar-benar kesal hingga rasa steak ini seolah tidak nikmat di mulutku. Aku cepat-cepat saja menelannya tanpa ingin menatap Jonghyun sunbae.

“Eomoni, bolehkah aku pinjam Yoobin?” tanyanya tiba-tiba pada eomma. Apalagi maunya namja sialan ini?

“Lakukanlah. Kau tahu aku percaya padamu sejak dulu.”

 

(Author POV)

Jonghyun menarik tangan Yoobin dan membawanya keluar dari ruangan itu. Begitu keluar dari ruangan, Yoobin langsung menepis tangan Jonghyun.

“Aku tidak pernah memberi izin untuk menyentuh tanganku.”

“Wae? Kau marah karena kau tidak tahu bahwa aku yang dijodohkan denganmu?”

“Aniyo! Tidak sudi lebih tepatnya.”

Jonghyun tersenyum tipis. Dilepasnya jas yang dipakainya dan diletakannya di bahu Yoobin. Yeoja itu memang memakai gaun tanpa lengan. Namun yeoja yang sedang dibakar api amarah itu tampak tidak mau dan menjatuhkan jas Jonghyun di lantai.

“Aku tidak tahu kalau perangaimu buruk.” kata Jonghyun sambil memungut jasnya dan membersihkan debu yang sempat menempel.

“Ya. Perangaiku buruk sejak mengenalmu.”

“Arrasseo. Apa maumu?”

“Harusnya aku yang bertanya, apa maumu?!”

“Mauku? Temani aku minum.”

“Shirheoyo! Aku akan mabuk seperti kemarin.”

“Arrasseo. Kalau begitu temani aku makan patbingsoo. Oette?”

“Geuraeyo! Tapi antar aku pulang begitu patbingsoonya habis. Aku hanya menghargai ayah dan ibumu karena itu aku tidak menolak saat kau tarik aku keluar dari ruangan itu.”

“Arra. Arra.”

Jonghyun menarik tangan Yoobin. Kali ini namja itu membawanya ke parkiran mobil. Yoobin hanya melongo tidak percaya ketika dia melihat namja itu membukakan pintu untuknya. “Wae? Tidak menyangka aku punya mobil?”

“Aku tidak peduli kau punya apa, sunbae.”

Jonghyun tidak menyahutinya kemudian dia menyalakan mesin mobilnya dan berhenti di salah satu kedai patbingsoo terdekat. Yoobin bahkan enggan memesan. Dia menyuruh namja itu memesan untuknya.

“Kenapa kau tampak gusar sekali padaku?” tanya Jonghyun sambil menunggu pesanannya datang.

“Aniya. Aku tidak gusar. Mungkin kau salah sangka.” sahut Yoobin dengan nada tinggi.

Jonghyun melipat tangannya di dada dan menatap Yoobin lekat-lekat. Yeoja itu sempat salah tingkah karena bagaimanapun Jonghyun terlihat sangat sempurna dengan setelan jas yang menempel rapi di tubuhnya.

“Aku ingin mendengarmu bicara duluan. Tapi sepertinya tidak mungkin. Baiklah. Aku yang bicara duluan.”

“Mwogayo?”

Jonghyun merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Melihat bentuknya saja, sudah jelas kalau itu cincin.

“Aku akan bilang pada appa kalau aku menolak perjodohan ini. Appa bilang kalau aku boleh menolaknya jika aku tidak suka.” sembur Yoobin tanpa menunggu Jonghyun bicara.

“YA! Setidaknya buka dulu kotaknya.”

“Shirheoyo! Bilang saja pada orangtuamu kalau kau sudah punya pacar dan pacarmu bukan aku!” Yoobin semakin menaikkan suaranya.

Jonghyun menghela nafas panjang kemudian dia membuka kotak itu. Yoobin masih melipat tangannya dengan angkuh di dada. Kemudian Jonghyun melepas cincinnya dan meletakkannya bersebelahan dengan kotak itu.

“Kemarin kamu bertanya soal cincin ini.”

“Naega? Naega eonjje?” tanya Yoobin tidak percaya.

“Kemarin. Kau tidak ingat?”

“Tidak.”

“Sama sekali? Bahkan sedikitpun?”

“Ne.”

“YA! Awas kau berani minum dengan namja lain! Jangan coba sekalipun!”

“Mwoya neo? Sebenarnya apa yang kukatakan kemarin?”

“Neo jinjja, sunbae! Kau punya perasaan tidak?! Kenapa muncul dengan menggunakan cincin? Kau mengencani siapa?” Jonghyun menirukan cara bicara Yoobin. Sementara yeoja itu tersipu menahan malu.

“Jeongmalyo? Aku bilang begitu kemarin?”

“Geurom! Aku mana mungkin berbohong soal hal ini.”

 

(Yoobin POV)

“Geurom! Aku mana mungkin berbohong soal hal ini.”

Aku hanya bisa menahan malu. Mungkin sunbae tidak berbohong. Aku memang yeoja bodoh yang akan meracau sembarangan dan melupakan semuanya saat mabuk. Karena itulah aku benci sekali mabuk. Ah, harusnya aku menolak ajakannya untuk minum.

“Lalu?” aku mencoba untuk sesantai mungkin.

“Geu panji. Kau bisa bandingkan keduanya. Itu cincin pasangan. Bentuk dan warnanya sama. Hanya ukurannya yang berbeda. Aku memesan khusus untuk membuat cincin itu. Kau tidak akan bisa menemukan yang sama.”

“Mwoya? Kau sedang pamer padaku, sunbae?”

“Aniya. Bukan itu maksudku. Cincin yang kupakai itu, pasangannya….” Aku hampir tersenyum melihat Jonghyun yang sama seperti empat tahun lalu di ruang olahraga. Jonghyun yang begitu malu dengan wajah merona.

“Mwoga?”

“Pasangannya sebenarnya untukmu. Itupun kalau kamu menerimanya.” katanya.

Aku tidak boleh tersenyum! Belum boleh Yoobin! Masalahnya belum jelas. Kau yeoja bodoh kalau mudah dipengaruhi kata-katanya.

“Lalu wanita itu?”

“Ah, keu yeoja? Dia itu pacar Woohyun. Sashil, aku memintanya berakting kemarin. Aku hanya ingin mengerjaimu. Namun Woohyun marah besar saat melihatmu menangis. Dia terus mendesak aku mengakhiri permainan ini. Jadi kuputuskan untuk menghentikan semuanya.”

“Lalu kenapa dia bisa masuk ke apartemenmu?! Kenapa kau berbagi kode pintu apartemenmu dengan sembarang wanita?!”

Dia tertawa kecil dan itu membuatnya sejuta kali lebih tampan. Sial. “Aku tidak menyangka kau begitu cemburuan, Yoobin. Aigo, johda!”

“Sunbae!”

“Geurae! Itu bukan apartemenku. Itu apartemen Woohyun. Aku meminjamnya semalam agar kamu tidak tahu rumahku. Aku masih ingin memberi kejutan lain padamu. Semuanya akan kacau kalau kau bertemu ibuku.”

“Kau pikir ini lucu, sunbae?”

“Ya. Akupun sadar kalau aku keterlaluan. Aku sebenarnya sedih saat melihatmu menangis kemarin. Maafkan aku.”

“Aku benar-benar membencimu, sunbae!”

Dia mengulurkan tangannya dan mengusap pipiku perlahan. Lembut sekali hingga rasanya aku hanyut dibuatnya.

“Bogoshipeosseo, Yoobin.”

Kemudian dia meraih tanganku dan dia memegangnya sesaat lalu tersenyum tipis saat melihat lenganku.

“Wae?” tanyaku.

“Kau masih memakainya?”

“Mwoga?”

“Gelangku.”

“Geurom! Aku menunggumu empat tahun! Kau tahu bagaimana perasaanku ketika ada yeoja lain memanggilmu oppa? Rasanya ingin kuputuskan gelang ini.”

Dia tertawa kecil. Ya, Jonghyun yang sekarang lebih banyak tertawa. Lebih banyak tersenyum. Lebih banyak bicara. Aku senang melihatnya. “Kau boleh memanggilku oppa kalau kau mau.”

“Bukan itu maksudku! Aish! Kau menyebalkan sekali.”

Tiba-tiba dia melepaskan gelangnya. “Benda ini membuat tanganmu jelek. Kulepas saja.” katanya.

“Terserahmu. Kau yang memasangnya maka hakmu untuk melepasnya.”

“Bolehkah aku menggantinya dengan cincin ini?” tanyanya sambil terus mengusap jariku. Aku hampir tidak percaya dengan jalan hidup. Sebenarnya selama empat tahun aku selalu hidup dalam kecemasan. Aku takut dia tidak kembali padaku.

“Maumu?” tanyaku.

“Kenapa menanyakan mauku? Ini jarimu. Tentu hakmu untuk menerima atau menolak.”

“Kau tahu apa kekuranganmu, sunbae?”

“Mwoga?”

“Kau bahkan tidak pernah menyatakan perasaanmu padaku.”

“Sudah. Kau sudah menanyakan itu ketika di ruang olahraga, bukan?”

Aku terdiam. Ya, meski dia mengakui kalau dia menyukaiku, tapi dia tidak pernah bicara banyak soal perasaannya. Kadang juga aku merasa terlalu yakin akan perasaan sunbae. Entah kenapa aku ingin sekali mendengar pernyataan cinta darinya.

“Itu bukan pernyataan cinta, sunbae!”

“Kau ingin mendengarnya? Jigeum?”

“Kau akan mengatakannya kalau aku mau?”

“Kau lupa kalau aku mantan gangster?”

“Lalu?”

“Aku bukan laki-laki manis yang pandai bicara.”

Aku tersenyum. Bahkan melihat senyumnya saja aku sudah gembira. Masa bodoh kalaupun dia tidak pernah bisa memanjakan telingaku dengan kata-kata manis layaknya namja normal. Aku menyukaimu apa adanya, sunbae.

“Bicara saja sebisamu, sunbae.”

Dia tertawa kecil. Dia menarik tangan kananku dan menggenggamnya dengan kedua tangannya kemudian menatapku. “Selama mabuk kau selalu meracau dan marah soal cincinku. Kau bilang tidak pernah berkencan dengan namja manapun selama empat tahun. Kau pikir itu terjadi padamu saja? Aku bahkan lebih buruk dari yang kaualami. Penyesalanku selama empat tahun adalah, kenapa aku mengizinkanmu berkencan dengan Yongguk. Aku memikirkanmu setiap hari. Setiap hari. Aku berulang kali ingin pulang ke desa kalau saja Woohyun tidak melarangku. Aku memakai cincin sejak tiga tahun terakhir. Semua wanita kenalanku berpikir aku sudah punya pacar namun tinggal di luar negeri. Selama empat tahun aku selalu berdoa jahat. Aku berdoa kau tidak bertemu namja lain, meski dia lebih baik dariku.”

Aku tersenyum lebar. Astaga! Aku tidak pernah menyangka. Ini benar-benar membuatku bahagia sekali. Benar-benar tidak manis namun rasanya sangat menyentuh. Aku sangat menyukainya.

Kuputuskan meraih cincin miliknya dan memasangkannya di jarinya. Namja itu tampak tersenyum puas. Dia semakin tampan sejak dia bisa mengurus dirinya.

“Bolehkah?” dia masih saja meminta izin untuk memasang cincin di jariku.

Aku mengangguk perlahan. Dia mengambil cincin dari kotaknya dan memasangkannya di jariku. Cincinnya pas sekali di jariku. Namja ini benar-benar. Bagaimana dia bisa menyesuaikan dengan jari kecilku ini?

Kemudian dia berdiri dari kursinya kemudian berjalan ke arahku lalu memelukku dengan erat. Dia mengeratkan pelukannya dan dengan lembut mengusap punggungku.

“Terima kasih menunggu laki-laki bajingan sepertiku, Kwon Yoobin.”

“Kau berhutang banyak padaku, Kim Jonghyun ssi.”

“Arra. Entah bagaimana aku membalasnya.”

******

to be continued

2 thoughts on “Gangster in Love [Part 14]

  1. kok komentarku gak masuk ya?
    halo authornim. 😆 aku datang.
    itu si Jjong jail banget dah, daripada nampar rasanya pengen ngehajar aja. gila udah ditinggal kabur gitu aja trus dikerjain pula, kalo aku jadi Yoobin udah bales ngerjain deh.
    yosh, ditunggu kelanjutannya authornim. keep writing ya. 😉

Leave a comment